Guru merupakan salah satu komponen yang vital dalam proses
pendidikan. Hal tersebut dikarenakan proses pendidikan tanpa adanya guru
akan menghasilkan hasil yang tidak maksimal. Fungsi guru bukan hanya
sekedar tenaga pengajar tetapi juga merupakan tenaga pendidik. Mendidik
dalam moral dan kualitas peserta didiknya.
Dengan keberadaan guru dan fungsinya akan dapat memberikan pengaruh
dalam menjawab tantangan Visi Indonesia 2020 yang merupakan amanat dari
Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001. Dalam ketetapan tersebut terdapat
tantangan yang menyangkut bidang pendidikan. Tantangan tersebut ialah
terciptanya sumber daya manusia bermutu yang memiliki akhlak mulia,
mampu bekerja sama dan bersaing di era globalisasi dengan tetap
mencintai tanah air.
Salah satu cara yang tepat dalam menjawab tantangan tersebut ialah
dengan menyelengarakan pendidikan berkarakter kepada peserta didik.
Pendidikan berkarakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut.
Salah satu komponen terpenting dalam menyelenggarakan pendidikan
berkarakter ialah tingkat kompetensi yang dimiliki oleh pendidik. Hal
tersebut berkesinambungan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 dalam pasal 28 ayat 1 yang berisi bahwa pendidik
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Standar kompetensi guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang
dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk
pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan
sehingga layak disebut kompeten. Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 standar kompetensi guru
dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Dari keempat kompetensi
tersebut terintegrasi dalam kinerja guru dengan tujuan agar terciptanya
proses pendidikan yang bermutu.
Dalam realitasnya, mengimplementasikan standar kompetensi guru di
Indonesia masih kurang optimal dan terarah. Hal tersebut dapat memberi
dampak pada terbentuknya kasus yang tidak sesuai dengan aturan dalam
proses pendidikan. Selain itu juga dapat berpengaruh pada tingkat
keberhasilan pendidikan di Indonesia.
Pertama kompetensi pedagodik. Dalam istilah pedagodik berasal dari
bahasa Yunani Kono yaitu paedos (anak) dan agogos (mengantar,
membimbing, memimpin). Pedagodik adalah ilmu yang berkaitan dengan
mendidik anak. Dalam kompetensi pedagodik terdapat kompetensi inti yang
salah satunya ialah menguasai karakter peserta didik dari aspek fisik,
moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Dalam hal ini guru
diharapkan untuk memahami karakteristik dari peserta didik. Akan tetapi
dalam realitasnya, tidak sedikit dari kalangan guru yang kurang
menerapkan makna dari kompetensi ini. Mereka kurang memahami kondisi
intelektual dari setiap peserta didik serta lebih memprioritaskan target
ketuntasan materi ajar dibandingkan dengan kualitas kepahaman dari
peserta didik.
Kedua kompetensi kepribadian. Kepribadian merupakan sifat dan tingkah
laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain, integrasi
karakteristik dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat,
pendirian, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang. Baik buruknya
kepribadian dari seorang guru merupakan hal yang sangat berpengaruh bagi
terbentuknya kepribadian peserta didik. Hal tersebut dikarenakan sudah
berbudayanya pola pikir yang menganggap bahwa sosok seorang guru
merupakan suri teladan dari peserta didik. Salah satu kompetensi inti
dari standar kepribadian ialah menampilkan diri sebagai pribadi yang
mantap stabil dewasa, arif, dan berwibawa. Akan tetapi dalam suatu kasus
terdapat guru yang kurang mengontrol atau mudah terpancing emosi dalam
proses belajar mengajar. Tidak jarang juga terdapat guru yang hingga
mengeluarkan kata-kata kasar ataupun sindiran kepada peserta didiknya.
Dengan hanya sebab siswa didiknya tidak dapat mengerjakan soal dari
materi yang diberikan.
Realitas tersebut dapat memberikan dampak negatif bagi perkembangan
psikologi peserta didik. Hal tersebut dapat membentuk trauma psikis
serta mengurangi motivasi belajar pada peserta didik. Selain hal
tersebut, dengan kurangnya kontrol emosi akan dampat berdampak pada
ketidaknyamanan peserta didik dalam belajar. Akan timbul rasa takut dan
menimbulkan proses belajar menjadi bentuk tekanan kepada peserta didik.
Mungkin beberapa dari guru menganggap bahwa ini merupakan metode agar
peserta didik lebih giat belajar. Akan tetapi metode tersebut kurang
persuasif dan efektif. Sebaiknya dibutuhkan pendekatan persuasif antara
guru dan peserta didik agar kedua komponen tersebut lebih mengenal satu
sama lainnya dan proses belajar menjadi kondusif.
Ketiga standar sosial. Standar sosial merupakan hal yang bersifat
inti dalam mengimplementasikan standar kompetensi guru. Sebab, interaksi
sosial antara guru dengan peserta didik harus berlangsung secara baik
dan sesuai norma yang berlaku. Kompetensi inti dalam standar sosial
yaitu bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
Dalam proses mendidik, guru sebagai suri teladan harus mampu
bertindak objektif serta tidak melakukan diskriminatif kepada setiap
peserta didiknya. Terdapat kasus yang menggambarkan ketidak objektifan
beberapa guru terhadap muridnya. Kasus tersebut ialah proses pemberian
nilai dalam mengisi laporan belajar siswa. Pada umumnya nilai dalam
laporan belajar dibagi menjadi 3 bagian yaitu kognitif (proses
berfikir), afektif (nilai atau sikap), dan psikomotor (keterampilan).
Dalam teorinya ketiga bagian tersebut mempunyai klasifikasi nilai yang
berbeda dan tidak dapat digabungkan satu sama lain. Akan tetapi,
terdapat guru yang memberikan nilai kognitif dengan pertimbangan nilai
afektif atau sikap. Hal tersebut telah mengubah sikap objektivitas guru
menjadi subjektivitas kepada peserta didik.
Suatu kondisi yang sangat disayangkan terjadi bila seorang guru
menerapkan teori labeling dalam memberikan penilainnya kepada peserta
didik. Bila hal tersebut terjadi maka tidak sesuai dengan Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2007 tentang
standar penilaian pendidikan. Dalam lampiran tersebut terdapat prinsip
penilaian hasil belajar peserta didik. Prinsip tersebut ialah sahih,
objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh, sistematis, beracuan
kriteria, dan akuntabel.
Keempat kompetensi profesional. Profesional merupakan suatu tuntukan
bagi seseorang yang sedang mengemban amanahnya agar mendapatkan proses
dan hasil yang optimal. Sikap profesional harus ditumbuhkan pada setiap
pendidik. Agar menjadi figur yang baik dicontoh oleh peserta didik.
Seorang guru profesional ialah guru yang menguasai meteri yang akan
diajar serta memiliki sikap disiplin dalam berprofesi. Selain itu guru
yang profesional mampu mengembangkan materi pembelajaran secara kreatif
serta melakukan tindakan reflektif.
Tindakan reflektif merupakan langkah yang tepat dalam mengevaluasi
kinerja pendidik. Dalam standar profesional guru diharapkan melakukan
refleksi terhadap kinerja secara terus menerus. Dengan adanya proses
refleksi guru akan mengetahuai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
dari proses belajar mengajar. Hal tersebut dapat memperbaiki proses
belajar mengajar yang tidak sesuai aturan dan dapat menyeimbangkan
antara teori serta praktik dari proses mendidik.
Dengan ada realitas tersebut harus dibuat metode penyelesaian agar
terbentuknya pendidik yang kompeten dan profesional. Hal yang harus
diperhatikan ialah interaksi serta hubungan yang terjalin antara peserta
didik dengan pendidik berjalan dengan dua arah. Dalam arti, pendidik
dan peserta didik dapat mengerti karakteristik satu sama lainya. Jika
hal tersebut diterapkan dapat memberikan dampak yang baik dari segi
kualitas pendidikan dan psikologi peserta didik.
Telah tampak gambaran dari realitas pendidik di Indonesia. Betapa
vital fungsi pendidik dalam dunia pendidikan. Dengan mendidik secara
kompeten dan profesional serta mengimplementasikan standar kompetensi
guru, maka akan terwujudnya secara berskala pendidikan berkarakter
kepada peserta didik yaitu, pendidikan yang menggambarkan serta
mengamalkan karakter dari bangsa Indonesia. Bangsa yang takwa, santun,
cerdas, disiplin, amanah, serta bersatu dalam kemajemukan karakteristik
masyarakatnya.
Wujudkanlah Bangsa Yang Berkualitas dalam Takwa dan Prestasi !!!
Beri Harapan Kembali Sang Ibu Pertiwi.. Jangan Buat Beliau Menangis !!
By : Fitrah Akbar Citrawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar